Ceritanya hari minggu kemarin saya diajak teman saya untuk membeli handphone baru, dari jalan – jalan di salah satu Mall di Malang akhirnya di salah satu toko notebook dan gadget terkemuka memutuskan membeli ASUS Zenfone 5 (A500CG) 16GB seharga Rp. 1.999.000. Alternatifnya saat itu adalah antara Huawei Honor 3C dan Lenovo S860, pertimbangannya spesifikasi ketiga handphone ini kurang lebih setara dan harganya tidak jauh berbeda. Jadi cuma selera saja kenapa memilih ASUS, dan juga karena rekomendasi teman saya yang lain.
Tapi yang saya bahas bukan mengenai review gadget Zenfone 5 ini yang menggantikan Lenovo A369i saya melainkan mengenai sistem pembayaran dengan kartu kreditnya. Jadi di salah satu bannernya ada promosi cicilan 0% apabila menggunakan kartu kredit Bank MEGA, baik untuk 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan. Wah… sangat tertarik saya jadinya. Dibandingkan menggunakan jasa financing seperti Adira yang masih harus survey dan mengisikan berbagai macam formulir maka melalui kartu kredit akan lebih cepat sekaligus tidak ada bunganya. Lebih hemat kan mestinya?
Setelah basa – basi ngalor ngidul dengan penjaga counternya akhirnya datanglah masa transaksi. Saya meminjam kartu kredit MEGA milik teman saya untuk melakukan cicilan selama 12 bulan (MEGAPay), jadi istilahnya saya hutang pada teman saya ini dan pembayarannya langsung ke dia setiap bulannya.
Segera saja di petugas menghitung berapa harganya, dan jatuhnya total sebesar Rp. 2.172.827. Wah… saya langsung bertanya katanya 0% kok ada bunganya? Ternyata oh ternyata ini adalah surcharge atau MDR (Merchant Discount Rate) yang dibebankan ke pelanggan saat transaksi menggunakan kartu kredit. Saya lihat dikenakan sebesar 0.92% dari harga total baru dibagikan sebesar 12 bulan. Jadi cicilan saya menjadi Rp. 181.069 dari seharusnya cuma Rp 166.584. 🙁 Wah… menyesatkan ini cicilan 0% menggunakan kartu kredit, di label yang ditempelkan pada setiap display handphone sendiri menggunakan hitungan tanpa adanya biaya tambahan.
Karena teman saya mendesak agar saya segera membeli (ada janji penting saat itu, sedangkan saya sendiri akan bermain badminton) akhirnya saya iyakan. Selain belum seberapa paham mengenai transaksi kartu kredit, saya kira ini adalah hal wajar. Teman saya juga tidak membahas sama sekali walau dia yang memiliki kartu kredit.
Akhirnya setelah pulang membawa handphone baru, sambil menunggu ritual proses charging handphone baru selama 8 jam saya ingin mencari tahu mengenai biaya tambahan yang tidak dijelaskan sebelumnya kecuali saat membayar.
Sayangnya dari situs Bank Mega tidak ada informasi mengenai surcharge atau MDR ini. Tapi dari Bank lain ada definisinya:
- BNI di halaman Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama Merchant Definisi nomor 20 : “Merchant Discount Rate (MDR) adalah sejumlah/prosentase fee yang diberikan oleh Merchant kepada Bank atas setiap transaksi yang dilakukan oleh dan ditempat Merchant.”.
- BRI di halaman EDC Merchant : “Setiap pemasangan EDC di Merchant, maka Merchant akan dikenakan MDR (Merchant Discount Rate) yaitu fee yang dibebankan oleh Acquiring Bank (pemilik EDC) kepada Merchant (pemilik usaha) atas setiap transaksi melalui mesin EDC.”.
EDC itu Electronic Data Capture atau mesin gesek kartu kreditnya.
Nah lho… ternyata biaya tambahan yang dibebankan ke pembeli seharusnya menjadi tanggung jawab dari penjual (merchant). Ini kok malah dialihkan ke customer bebannya si toko. 🙁
Saya membaca dari blog – blog lain seharusnya sudah dilarang mengenakan MDR ini ke pelanggan kecuali untuk barang – barang jenis tertentu, entah elektronik, komputer dan gadget apakah termasuk didalamnya. Katanya dulu bisa mencapai 3%, untungnya saya cuma dapat 0.92%. Dan ternyata kita bisa meminta ganti rugi ke bank apabila kita dikenakan biaya siluman ini dengan membawa struk transaksi dan datang ke bank yang mengeluarkan kartu kredit (Issuer Bank) untuk mengklaimnya. Sekalian komplain agar merchant nakal tersebut akan ditindak.
Karena saya sudah terlanjur membelinya maka cuma bisa menyarankan ke teman saya agar diurus klaim ganti ruginya ke Bank Mega. Walau bedanya cuma 15 ribu rupiah setiap bulannya tapi ya terasa tidak ikhlas karena ini bukan biaya semestinya.
Bagaimana dengan pengalaman anda?